Powered by Blogger.

Pendidikan dan Kemiskinan

Tuesday 12 July 2011

Setiap tahun ajaran baru kita selalu punya masalah yang sama untuk dikeluhkan. Mahalnya biaya pendidikan, terutama masuk perguruan tinggi, membuat para orangtua sesak napas. Bagi yang miskin, punya anak yang cemerlang secara akademis, terpaksa berharap uluran tangan para dermawan, atau membujuk anaknya untuk tidak kuliah.

Ketika banyak dari mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu ingin sekolah atau kuliah tapi tak punya biaya, bangsa yang mulia tentu akan merasakan, negara sedang kehilangan makna idealnya. Orang miskin, dalam hal ini, seakan tidak perlu dipikirkan negara soal pendidikannya. Pemerintah, menanggapi komentar miring itu, jelas, punya seabrek jawaban apologia, yang intinya, mereka ingin dianggap sudah bekerja dan berbuat maksimal.

Saat ini, pendidikan murah, apalagi gratis, tidak lebih impian muluk yang sulit direalisasikan. Makanya, ketika kita ingin mencari di mana pendidikan gratis atau berbiaya murah itu bisa diperoleh, tidak bisa dibuktikan sungguh-sungguh. Ujung-ujungnya, kekecewaan terlampiaskan dengan cara mengatakan pemerintah tidak berpihak pada rakyat.

Banyak fakta riil kita temukan. Mereka yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, banyak juga yang punya kemampuan akademik bagus. Tidak terbayangkan, ketika sebagai orangtua menyadari bahwa pendidikanlah salah satu yang membuat seseorang bisa terbebas dari kemiskinan dan kebodohan, tahu-tahu anak-anak mereka karena keterbatasan finansial, mesti tidak masuk sekolah atau tidak kuliah.

Bangsa ini, negeri yang kita cintai ini, mestinya menjadi ruang yang oleh pemimpinnya dijelmakan sebagai tanah harapan, yang siapa pun orangnya, asal untuk mencerdaskan bangsa, demi pendidikan generasi penerusnya, selalu punya kemudahan dan dijauhkan biaya mahal pendidikan. Karena pendidikan yang diberikan, investasi berharga.

Namun, impian dan harapan kebanyakan rakyat Indonesia, bagai lepas hampa di awang-awang. Akhirnya seakan kehilangan empati, lembaga pendidikan, baik yang negeri maupun swasta, hanya bisa dimasuki jika kita punya uang. Biaya mahal.

Dalam hal ini, jangan ditanya soal mutu. Karena mutu, cenderung terabaikan lantaran pengelola lembaga pendidikan kini menilai sesuatu dengan uang. Dalam hal ini, tidak disadari negara, kalau pendidikan, atau orang yang dapat mengecap pendidikan yang baik dengan murah adalah investasi yang akan membuat masa depan bangsa ini makin baik.

Kini, banyak orangtua yang stres dan bersedih ketika ingin menyekolahkan anak, untuk membayar masuk kuliah putra-putri mereka, uang tidak ada. Sebagaimana diberitakan media kemarin, di Malang misalnya, seorang ayah terpaksa mencopet untuk membayar uang pendaftaran sekolah anaknya. Mirisnya, anak batal sekolah ayah masuk penjara.

Pada saat yang bersamaan, koruptor di negeri ini mendapat banyak kemudahan dan keleluasaan, bahkan tidak jarang secara hukum ditoleransi. Sementara seorang anak dicoret karena telat mendaftar ulang di salah satu SMK Negeri di Kota Padang, lantaran ibunya baru menerima zakat sehari setelah jadwal pendaftaran ditutup. Seakan tidak ada toleransi, ibu ini bersedih dan masih mengupayakan agar anaknya tetap sekolah.

Bangsa ini, adalah bangsa yang seakan kehilangan hidayah lantaran korupsi yang mencengkeram dan rasa empatinya yang berkurang dari waktu ke waktu. Sehingga, setiap tahun, kita hanya mendengar banyak anak miskin kesulitan biaya dan meratap ingin sekolah atau kuliah. Mirisnya lagi, tiap tahun kita selalu mendengar imbauan-imbauan yang mestinya tidak adalagi, yakni pemerintah mengimbau agar tidak ada sekolah yang melakukan pungutan. Tetapi, ketika ada sekolah yang mengambil pungutan dari siswa, sanksi pun tidak diberikan.

Begitu tiap tahun imbauannya berulang, sebagaimana juga tiap tahun pemerintah, politisi atau pihak terkait pendidikan, berkata untuk ke depannya, akan mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan serta memikirkan bagaimana supaya anak miskin bisa mengenyam pendidikan dengan tuntas.

Tapi, ketika tahun berganti, tahun ajaran baru masuk, kita makin menyadari, belum banyak terperbaiki karena belum sungguh-sungguh ingin mengubah menjadi bangsa yang kebijakannya berpihak pada perbaikan dan nasib bangsanya untuk lebih baik dan milik semua.
(padangekspres.co.id)
Share this article on :

No comments:

Post a Comment

 
© Copyright 2010-2011 Pendidikan All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.