Koalisi Pendidikan Kota Bandung (KPKB) akan melaporkan berbagai temuan pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2011/2012 kepada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat.
Salah satu temuan tersebut adalah penolakan secara halus kepada siswa miskin M. Rizki Faisal (12) oleh guru di SMPN 2 Bandung. "Laporan tersebut secara resmi akan disampaikan Selasa (21/6). Saat ini kami terus mengumpulkan temuan lainnya," kata Koordinator KPKB Fridolin Berek kepada wartawan, Jumat (17/6).
Pelaporan pada Ombudsman kata Frido, terpaksa dilakukan agar ada efek jera bagi para pelanggar setiap kali PPDB berlangsung. Saat ini, Dinas Pendidikan dianggap belum pernah memberikan teguran secara keras.
"Minimal untuk diumumkan ke publik, tidak juga dilakukan. Berulangnya kasus karena memang efek jeranya berupa sanksi tidak pernah ada," tegasnya.
KPKB saat ini terus mengumpulkan semua laporan dan temuan kasus pelanggaran. Dalam jadwal, penerimaan jalur nonakademis akan berakhir Sabtu (18/6). Untuk kasus di SMPN 2, KPKB mendapati pelanggaran dengan tidak disediakannya meja informasi untuk PPDB. Akibatnya masyarakat dipingpong dan tidak mendapatkan informasi yang sebenarnya.
Bahkan informasi untuk sekadar jadwal serta persyaratan, baik untuk jalur akademis maupun nonakademis tidak dipampangkan di areal sekolah. "Akhirnya masyarakat bertanya sana-sini, bahkan masuk ke ruang guru dan kepala sekolah. Ini jelas sudah melanggar SK serta juknis PPDB 2011," terangnya.
Terkait Rizki, KPKB sudah menawarkan diri untuk membantu memberikan pendampingan agar mendaftar kembali ke SMPN 2. "Tetapi secara psikologis, Rizki sudah tidak mau. Karenanya, kami akan mendampingi Rizki ke SMPN 7, Sabtu (17/6) untuk pendaftaran jalur nonakademis. Apalagi pilihan ke SMPN 7 secara geografis juga lebih dekat, karena tidak perlu mengeluarkan ongkos," tuturnya.
Ditutup-tutupi
Frido juga mengatakan, KPKB telah mendapati laporan lainnya terkait adanya dugaan adanya jual beli kursi di salah satu SMP di wilayah Kiaracondong. Hal itu terindikasi dengan laporan yang diumumkan ke masyarakat, jika SMP tersebut hanya menerima siswa baru dengan kuota 207 orang saja.
"Padahal, sekolah itu menerima hingga 9 rombongan kelas (rombel). Jika di dalam satu kelas terdapat 40 siswa, maka secara logika harus menerima siswa 360 siswa. Dengan diumumkan 207 siswa saja, dikemanakan sekitar 4 rombel lebih," tuturnya.
Frido memandang, temuan menutup-nutupi kuota sebenarnya jumlah penerimaan siswa baru tidak hanya sekolah di Kircon saja. Melainkan di sebagian besar sekolah lainnya. Karena itu, KPKB juga secara resmi akan melayangkan surat tidak hanya pada Ombudsman. Tapi juga kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung, agar memperpanjang penayangan serta jumlah kuota di website PPDB online.
"Ditayangkan hingga pertengahan semester di awal pembelajaran. Hal itu agar tidak siswa siluman yang tiba-tiba bisa masuk ke sekolah, padahal tidak sesuai dengan kuota di awal," ungkapnya.
Dewan menyayangkan
Sementara itu, Komisi D DPRD Kota Bandung sangat menyayangkan adanya penolakan terhadap siswa miskin di SMPN 2 Bandung. Meski dilakukan secara halus, penolakan tersebut seharusnya tak dilakukan. Sebab tiap sekolah harus menerima siswa dari kalangan tak mampu, tak terkecuali Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Hal tersebut diungkapkan Ketua komisi D DPRD Kota Bandung, Achmad Nugraha. Achmad menilai pihak sekolah sombong, sebab menolak siswa hanya karena tak memiliki laptop. Padahal, siswa dari kalangan tak mampu pun memiliki hak yang sama untuk bersekolah.
"Saya sempat kaget mendengar informasi tersebut. Kejadian tersebut sangat disayangkan, dan merupakan pelanggaran. Tak etis seorang guru mengatakan hal seperti itu," ujarnya.
Sekolah mana pun, termasuk RSBI harus menerima siswa dari kalangan tak mampu. Karena bisa saja anak yang bersangkutan pintar, namun tak beruntung dari segi ekonomi. "Sangat terlihat kalau memang RSBI itu komersial," terangnya.
Diakui Achmad, peraturan pemerintah memang sangat memprihatinkan. Di satu sisi, pendidikan dasar tingkat SD dan SMP digratiskan. Namun di sisi lain ada RSBI di tingkat SMP, di mana untuk sekolah ini perlu ada biaya yang dikeluarkan.
"Warga tak mampu harusnya dilindungi dan semua sekolah pun harus memahami aturan terkait adanya jalur nonakademis. Yakni untuk kalangan tak mampu dan berprestasi," ungkapnya sembari menambahkan, RSBI pun harus membuka kelas reguler.
Terkait permasalahan ini, Komisi D pun akan mengevaluasi pelaksanaan PPDB dengan disdik dan perwakilan kepala sekolah. "Sebelum memanggil disdik untuk minta penjelasan, kami akan rapat internal komisi D dulu," ungkapnya.
Ke depan ia mengharapkan, kejadian seperti ini tak ada lagi. Sebab persoalan warga miskin ini selalu muncul tiap tahun, meski dalam aturan sudah tercantum dengan jelas. "Tiap tahun persoalan yang sama sering muncul, harusnya ada perbaikan. Kami berharap di tahun-tahun kemudian, ini tak terjadi lagi," harapnya.
Salah satu temuan tersebut adalah penolakan secara halus kepada siswa miskin M. Rizki Faisal (12) oleh guru di SMPN 2 Bandung. "Laporan tersebut secara resmi akan disampaikan Selasa (21/6). Saat ini kami terus mengumpulkan temuan lainnya," kata Koordinator KPKB Fridolin Berek kepada wartawan, Jumat (17/6).
Pelaporan pada Ombudsman kata Frido, terpaksa dilakukan agar ada efek jera bagi para pelanggar setiap kali PPDB berlangsung. Saat ini, Dinas Pendidikan dianggap belum pernah memberikan teguran secara keras.
"Minimal untuk diumumkan ke publik, tidak juga dilakukan. Berulangnya kasus karena memang efek jeranya berupa sanksi tidak pernah ada," tegasnya.
KPKB saat ini terus mengumpulkan semua laporan dan temuan kasus pelanggaran. Dalam jadwal, penerimaan jalur nonakademis akan berakhir Sabtu (18/6). Untuk kasus di SMPN 2, KPKB mendapati pelanggaran dengan tidak disediakannya meja informasi untuk PPDB. Akibatnya masyarakat dipingpong dan tidak mendapatkan informasi yang sebenarnya.
Bahkan informasi untuk sekadar jadwal serta persyaratan, baik untuk jalur akademis maupun nonakademis tidak dipampangkan di areal sekolah. "Akhirnya masyarakat bertanya sana-sini, bahkan masuk ke ruang guru dan kepala sekolah. Ini jelas sudah melanggar SK serta juknis PPDB 2011," terangnya.
Terkait Rizki, KPKB sudah menawarkan diri untuk membantu memberikan pendampingan agar mendaftar kembali ke SMPN 2. "Tetapi secara psikologis, Rizki sudah tidak mau. Karenanya, kami akan mendampingi Rizki ke SMPN 7, Sabtu (17/6) untuk pendaftaran jalur nonakademis. Apalagi pilihan ke SMPN 7 secara geografis juga lebih dekat, karena tidak perlu mengeluarkan ongkos," tuturnya.
Ditutup-tutupi
Frido juga mengatakan, KPKB telah mendapati laporan lainnya terkait adanya dugaan adanya jual beli kursi di salah satu SMP di wilayah Kiaracondong. Hal itu terindikasi dengan laporan yang diumumkan ke masyarakat, jika SMP tersebut hanya menerima siswa baru dengan kuota 207 orang saja.
"Padahal, sekolah itu menerima hingga 9 rombongan kelas (rombel). Jika di dalam satu kelas terdapat 40 siswa, maka secara logika harus menerima siswa 360 siswa. Dengan diumumkan 207 siswa saja, dikemanakan sekitar 4 rombel lebih," tuturnya.
Frido memandang, temuan menutup-nutupi kuota sebenarnya jumlah penerimaan siswa baru tidak hanya sekolah di Kircon saja. Melainkan di sebagian besar sekolah lainnya. Karena itu, KPKB juga secara resmi akan melayangkan surat tidak hanya pada Ombudsman. Tapi juga kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung, agar memperpanjang penayangan serta jumlah kuota di website PPDB online.
"Ditayangkan hingga pertengahan semester di awal pembelajaran. Hal itu agar tidak siswa siluman yang tiba-tiba bisa masuk ke sekolah, padahal tidak sesuai dengan kuota di awal," ungkapnya.
Dewan menyayangkan
Sementara itu, Komisi D DPRD Kota Bandung sangat menyayangkan adanya penolakan terhadap siswa miskin di SMPN 2 Bandung. Meski dilakukan secara halus, penolakan tersebut seharusnya tak dilakukan. Sebab tiap sekolah harus menerima siswa dari kalangan tak mampu, tak terkecuali Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Hal tersebut diungkapkan Ketua komisi D DPRD Kota Bandung, Achmad Nugraha. Achmad menilai pihak sekolah sombong, sebab menolak siswa hanya karena tak memiliki laptop. Padahal, siswa dari kalangan tak mampu pun memiliki hak yang sama untuk bersekolah.
"Saya sempat kaget mendengar informasi tersebut. Kejadian tersebut sangat disayangkan, dan merupakan pelanggaran. Tak etis seorang guru mengatakan hal seperti itu," ujarnya.
Sekolah mana pun, termasuk RSBI harus menerima siswa dari kalangan tak mampu. Karena bisa saja anak yang bersangkutan pintar, namun tak beruntung dari segi ekonomi. "Sangat terlihat kalau memang RSBI itu komersial," terangnya.
Diakui Achmad, peraturan pemerintah memang sangat memprihatinkan. Di satu sisi, pendidikan dasar tingkat SD dan SMP digratiskan. Namun di sisi lain ada RSBI di tingkat SMP, di mana untuk sekolah ini perlu ada biaya yang dikeluarkan.
"Warga tak mampu harusnya dilindungi dan semua sekolah pun harus memahami aturan terkait adanya jalur nonakademis. Yakni untuk kalangan tak mampu dan berprestasi," ungkapnya sembari menambahkan, RSBI pun harus membuka kelas reguler.
Terkait permasalahan ini, Komisi D pun akan mengevaluasi pelaksanaan PPDB dengan disdik dan perwakilan kepala sekolah. "Sebelum memanggil disdik untuk minta penjelasan, kami akan rapat internal komisi D dulu," ungkapnya.
Ke depan ia mengharapkan, kejadian seperti ini tak ada lagi. Sebab persoalan warga miskin ini selalu muncul tiap tahun, meski dalam aturan sudah tercantum dengan jelas. "Tiap tahun persoalan yang sama sering muncul, harusnya ada perbaikan. Kami berharap di tahun-tahun kemudian, ini tak terjadi lagi," harapnya.
(klik-galamedia.com)
No comments:
Post a Comment