Kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang mewajibkan siswa membeli bahan seragam sekolah dikeluhkan sejumlah wali murid di daerah ini.
Kewajiban untuk membeli seragam sekolah tersebut tidak hanya berlaku untuk siswa baru, tetapi juga diwajibkan bagi siswa yang naik kelas. Bedanya, siswa baru wajib membeli seragam sebanyak lima stel pakaian, sedangkan untuk siswa yang naik kelas hanya disuruh membeli dua stel berupa kain batik.
Untuk siswa baru di SMP di Sukoharjo diwajibkan membeli lima stel bahan pakaian seharga Rp 598.250, sedangkan untuk siswa yang naik kelas diminta membeli dua stel bahan pakaian dengan harga Rp 215 ribu.
Sementara itu, siswa baru SMA diwajibkan untuk membeli lima stel bahan pakaian yang harganya dipatok Rp 795 ribu, sedangkan siswa yang naik kelas wajib membeli dua stel pakaian batik seharga Rp 290 ribu.
Kewajiban untuk membeli bahan seragam sekolah baru ini dikecam keras oleh oleh wali murid. Apalagi, semua siswa sekolah diwajibkan untuk membeli seragam baru. “Aturan itu sangat memberatkan kami,” kata Parjo Mulyono, salah seorang wali dari siswi SMP Negeri 2 Tawangsari.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Sri Harmoyo, warga Kecamatan Weru. “Bagaimana kami bisa berharap pendidikan gratis jika untuk seragam saja harganya sudah sangat tinggi,” kata Harmoyo. Dia berharap agar sekolah memberi kebebasan kepada siswa untuk membeli seragam di pasar.
Kepala Bidang Sekolah Menengah Pertama dan Atas Dinas Pendidikan Sukoharjo, Dwi Atmojo Heri membenarkan adanya kewajiban tersebut. Menurutnya, harga yang diterapkan tersebut telah diseragamkan di semua sekolah. Tetapi Dwi berkilah, sekolah dibebaskan untuk mencari rekanan dalam pengadaan pakaian tersebut. "Untuk seragam batik, motifnya ditentukan dinas," kata Dwi Atmojo, Kamis 23 Juni 2011.
Aturan untuk membeli seragam sekolah baru ini juga dikritik Wakil Ketua DPRD Sukoharjo, Jaka Wuryanta. "Kami akan segera panggil Dinas Pendidikan," katanya.
Dia menyebut, Dinas Pendidikan Sukoharjo telah menyalahi Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. “Penjualan buku, bahan ajar serta pakaian seragam di sekolah itu dilarang,” kata Jaka.
Apalagi, kata dia, Dinas menetapkan harga pakaian seragam terlampau tinggi. “Di pasaran harganya bisa jauh lebih murah,” kata Jaka. Apalagi, pakaian seragam tersebut menggunakan bahan polyster yang kurang bagus dalam menyerap keringat. “Tidak cocok untuk anak sekolah,” katanya menambahkan.
Dewan, kata Jaka, juga akan meneliti adanya kemungkinan praktik monopoli dalam pengadaan seragam tersebut. “Kenyataannya, corak batik itu tidak tersedia di pasaran,” kata Jaka.
(tempointeraktif.com)
Kewajiban untuk membeli seragam sekolah tersebut tidak hanya berlaku untuk siswa baru, tetapi juga diwajibkan bagi siswa yang naik kelas. Bedanya, siswa baru wajib membeli seragam sebanyak lima stel pakaian, sedangkan untuk siswa yang naik kelas hanya disuruh membeli dua stel berupa kain batik.
Untuk siswa baru di SMP di Sukoharjo diwajibkan membeli lima stel bahan pakaian seharga Rp 598.250, sedangkan untuk siswa yang naik kelas diminta membeli dua stel bahan pakaian dengan harga Rp 215 ribu.
Sementara itu, siswa baru SMA diwajibkan untuk membeli lima stel bahan pakaian yang harganya dipatok Rp 795 ribu, sedangkan siswa yang naik kelas wajib membeli dua stel pakaian batik seharga Rp 290 ribu.
Kewajiban untuk membeli bahan seragam sekolah baru ini dikecam keras oleh oleh wali murid. Apalagi, semua siswa sekolah diwajibkan untuk membeli seragam baru. “Aturan itu sangat memberatkan kami,” kata Parjo Mulyono, salah seorang wali dari siswi SMP Negeri 2 Tawangsari.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Sri Harmoyo, warga Kecamatan Weru. “Bagaimana kami bisa berharap pendidikan gratis jika untuk seragam saja harganya sudah sangat tinggi,” kata Harmoyo. Dia berharap agar sekolah memberi kebebasan kepada siswa untuk membeli seragam di pasar.
Kepala Bidang Sekolah Menengah Pertama dan Atas Dinas Pendidikan Sukoharjo, Dwi Atmojo Heri membenarkan adanya kewajiban tersebut. Menurutnya, harga yang diterapkan tersebut telah diseragamkan di semua sekolah. Tetapi Dwi berkilah, sekolah dibebaskan untuk mencari rekanan dalam pengadaan pakaian tersebut. "Untuk seragam batik, motifnya ditentukan dinas," kata Dwi Atmojo, Kamis 23 Juni 2011.
Aturan untuk membeli seragam sekolah baru ini juga dikritik Wakil Ketua DPRD Sukoharjo, Jaka Wuryanta. "Kami akan segera panggil Dinas Pendidikan," katanya.
Dia menyebut, Dinas Pendidikan Sukoharjo telah menyalahi Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. “Penjualan buku, bahan ajar serta pakaian seragam di sekolah itu dilarang,” kata Jaka.
Apalagi, kata dia, Dinas menetapkan harga pakaian seragam terlampau tinggi. “Di pasaran harganya bisa jauh lebih murah,” kata Jaka. Apalagi, pakaian seragam tersebut menggunakan bahan polyster yang kurang bagus dalam menyerap keringat. “Tidak cocok untuk anak sekolah,” katanya menambahkan.
Dewan, kata Jaka, juga akan meneliti adanya kemungkinan praktik monopoli dalam pengadaan seragam tersebut. “Kenyataannya, corak batik itu tidak tersedia di pasaran,” kata Jaka.
(tempointeraktif.com)
No comments:
Post a Comment