Peneliti senior bidang pendidikan ICW, Febri Hendri, mengatakan berdasarkan UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan dasar dan menengah wajib diikuti oleh seluruh warga negara Indonesia dan wajib dibiayai oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui APBN dan APBD, tanpa dipungut biaya apapun.
"Jadi sekolah dasar dan SMP negeri yang berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) maupun berstandar nasional, sudah dibiaya penuh oleh APBN dan APBD, jadi tidak perlu lagi memungut biaya apapun dari wali murid," tandas Febri saat dihubungi primaironline.com, Sabtu (25/6). Hal ini terkait kabar adanya kasus penahanan buku raport di SMP Negeri I Cikini, Jakarta Pusat, hanya karena sejumlah orang tua murid belum melunasi sumbangan pendidikan sebesar Rp7 juta.
Namun, hal itu dibantah pihak sekolah, termasuk besaran sumbangan yang dikatakan tidak sebesar itu dan tanpa paksaan.
Menurut Febri, kasus penolakan wali murid SMP Negeri 1 Cikini Jakarta Pusat atas sumbangan sebesar Rp7 juta terhadap pihak sekolah dinilai tepat. Karena sumbangan tersebut bersifat tidak wajib. "Karena yang berstatus standar internasional maupun nasional sudah dibiayai oleh pemerintah," ujar dia
Dia mengatakan, jika pihak sekolah masih menetapkan sumbangan jelas sudah bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional. Kecuali untuk tingkat SMA memang ada aturan dipungut biaya.
Kalaupun dipungut biaya, lanjut Febri, harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, selama sekolah-sekolah khusus SD dan SMP yang bertaraf internasional dan nasional tidak terbuka, orang tua wajib menolak membayar. Apalagi kalau sampai mematok target dan mewajibkan tanpa melihat kemampuan orang tua siswa.
"Jadi sekolah dasar dan SMP negeri yang berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) maupun berstandar nasional, sudah dibiaya penuh oleh APBN dan APBD, jadi tidak perlu lagi memungut biaya apapun dari wali murid," tandas Febri saat dihubungi primaironline.com, Sabtu (25/6). Hal ini terkait kabar adanya kasus penahanan buku raport di SMP Negeri I Cikini, Jakarta Pusat, hanya karena sejumlah orang tua murid belum melunasi sumbangan pendidikan sebesar Rp7 juta.
Namun, hal itu dibantah pihak sekolah, termasuk besaran sumbangan yang dikatakan tidak sebesar itu dan tanpa paksaan.
Menurut Febri, kasus penolakan wali murid SMP Negeri 1 Cikini Jakarta Pusat atas sumbangan sebesar Rp7 juta terhadap pihak sekolah dinilai tepat. Karena sumbangan tersebut bersifat tidak wajib. "Karena yang berstatus standar internasional maupun nasional sudah dibiayai oleh pemerintah," ujar dia
Dia mengatakan, jika pihak sekolah masih menetapkan sumbangan jelas sudah bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional. Kecuali untuk tingkat SMA memang ada aturan dipungut biaya.
Kalaupun dipungut biaya, lanjut Febri, harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, selama sekolah-sekolah khusus SD dan SMP yang bertaraf internasional dan nasional tidak terbuka, orang tua wajib menolak membayar. Apalagi kalau sampai mematok target dan mewajibkan tanpa melihat kemampuan orang tua siswa.
(primaironline.com)